TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PENINGKATAN KUALIFIKASI GURU DALAM PERSPEKTIF TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Home
Teknologi Pendidikan oleh Benni I
APA ITU SIKADU???? By M Taufiq H
profil's anggota
About UNNES by Nurohman
Pengertian Teknologi Pendidikan By DANANG
peningkatan kualitas guru
Sejarah perkembangan definisi Teknologi Pendidikan By DANANG
MODEL PEMBELAJARAN
Komputer dan pendidikan
kurtekdik by Nurohman
Pelatihan Internet by Nurohman
phising by M Akris L

k.jpg

BY M. AKRIS

Oleh
Prof.Dr. Yusufhadi Miarso,M.Sc.2

Latar Belakang
Peranan guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan Untuk itu guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya, dalam kerangka pembangunan pendidikan. Guru mempunyai fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembangunan bidang pendidikan, dan oleh karena itu perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menyiratkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi. Syarat kompetensi tersebut ditinjau dari perspektif administratif, ditunjukkan dengan adanya sertifikat. Namun dalam perspektif teknologi pendidikan kompetensi tersebut ditunjukkan secara fungsional, yaitu kemampuannya mengelola kegiatan belajar dan pembelajaran.

Bertolak dari ketentuan perundangan (PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan), dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan nasional dapat terwujud bila ke delapan standar minimal, yaitu standar isi, standar proses, sandar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan dapat dipenuhi. Mengingat bahwa hakekat teknologi pendidikan adalah proses untuk meningkatkan nilai tambah dalam pendidikan, maka makalah ini akan lebih banyak menyoroti standar proses.

Peningkatan mutu pendidikan dalam era pembangunan yang bersifat global, mau tidak mau kita harus mempertimbangkan hasil kajian empirik di negara maju sebagai masukan dalam menentukan mutu pendidikan, sebab kalau tidak, maka masyarakat dan bangsa Indonesia akan terpuruk dalam percaturan global. Keberhasilan pembangunan suatu masyarakat, dilihat dari indikator ekonomi, ditentukan oleh mutu sumber daya manusianya, bukan ditentukan oleh kekayaan sumber alam. Sumber daya manusia yang bermutu tidak ada begitu saja, tetapi harus melalui suatu proses pendidikan, yang juga harus bermutu tinggi. Para pemimpin negara dan masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa pendidikan yang bermutu menjadi fundamen dari pembangunan ekonomi. Sumberdaya manusia yang terdidik dengan baik akan mampu berkarya; karya tersebut menghasilkan produk dan/atau jasa yang dapat dijual dan karena itu dapat diperoleh penghasilan yang layak; penghasilan dapat dibelanjakan untuk membeli produk atau jasa lain; dengan pembelajaan penghasilan dan meningkatnya produk dan/atau jasa maka ekonomi akan berkembang.

Kualitas Pendidikan

Secara konseptual mutu pendidikan diartikan secara beragam, tergantung pada situasi dan lingkungan. Asosiasi Pendidikan Nasional Amerika Serikat (National Education Association of the United State) merumuskan enam kunci untuk keunggulan (keys to exellence) yang dijabarkan lebih lanjut menjadi 35 indikator kualitas satuan pendidikan (indicators of a quality school). Keenam kunci keunggulan tersebut adalah: (1) pemahaman bersama dan komitmen terhadap tujuan yang tinggi, (2) komunikasi terbuka dan kolaborasi dalam memecahkan masalah, (3) penilaian belajar dan pembelajaran secara terus menerus, (4) belajar pribadi dan profesional, (5) sumber-sumber untuk menunjang belajar dan pembelajaran, serta (6) kurikulum dan pembelajaran (http://www.nea.org/schoolquality/index.html)

Menurut Hoy, et al. (2000), yang dimaksud dengan mutu pendidikan adalah suatu evaluasi atas proses mendidik yang dapat meningkatkan kebutuhan untuk mengembangkan dan membina bakat dari peserta didik, proses pendidikan itu sendiri, dan bersamaan dengan itu memenuhi standar akuntabilitas yang ditetapkan oleh mereka yang bertanggung jawab membiayai dan menerima lulusan pendidikan. Pendapat tersebut memperkuat pendapat bahwa ke tiga pihak yang berkepentingan perlu merumuskan kesepakatan bersama.

Secara umum mutu pendidikan dapat dikatakan gambaran mengenai baik-buruknya hasil yang dicapai oleh siswa dalam proses pendidikan yang dilaksanakan. Lembaga pendidikan dianggap bermutu bila berhasil mengubah tingkah laku anak-didik dikaitkan dengan tujuannya pendidikannya. Mutu pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada mutu komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil.

Konsep mutu pendidikan menurut pendapat saya mengandung lima rujukan, yaitu kesesuaian, daya tarik, efektivitas, efisiensi dan produktivitas3. Yang merupakan ciri dari kesesuaian ini antara lain adalah sepadan dengan karakteristik peserta didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan sesuai dengan teori, prinsip, dan/atau nilai baru dalam pendidikan. Kesesuaian mengandung ciri adanya: (1) kesepadanan dengan karakteristik peserta‑didik perorangan maupun kelompok, yaitu aspek‑aspek atau kualitas seperti bakat, motivasi, dan kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta‑didik; (2) keserasian dengan aspirasi perorangan maupun masyarakat; (3) kecocokan dengan kebutuhan masyarakat baik yang sifatnya normatif, proyektif, ekspresif, maupun komparatif; (4) kesesuaian dengan kondisi lingkungan, yang dapat meliputi budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, dan wilayah; (5) keselarasan dengan tuntutan zaman yaitu misalnya untuk belajar lebih banyak, lebih cepat, dan terus‑menerus sepanjang hayat; (6) ketepatan dengan teori, prinsip dan/atau nilai baru dalam bidang pendidikan, yaitu misalnya belajar menyelidik (inquiry learning), belajar memecahkan masalah, belajar mandiri, belajar penguasaan, belajar struktur bidang studi dan lain sebagainya.

Pendidikan yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, meliputi di antaranya: (1) sarana pendidikan yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti; (2) isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa; (3) kesempatan yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan; (4) pesan yang diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat (just-in-time = JIT, bukan just-in-case = JIC = sekiranya diperlukan); (5) keterandalan (accountability) yang tinggi, terutama karena kinerja (performance) lembaga dan lulusannya yang menonjol; (6) keanekaragaman sumber, baik yang dengan sengaja dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk kepentingan belajar; dan (7) suasana yang akrab, hangat, dan merangsang.

Efektivitas pendidikan seringkali diukur dengan tercapainya tujuan, atau dapat pula diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi (doing the right things). Pengertian ini mengandung ciri: (1) bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan; (2) sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pemelajar; (3) kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya; dan (4) bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah).



Efisiensi pendidikan dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau disebut pula sebagai doing the things right (mengerjakan sesuatu dengan benar). Ciri yang terkandung meliputi: (1) merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan, kebutuhan dan kondisi peserta didik; (2) pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran yang rapi, seperti misalnya lingkungan atau latar yang diperhatikan, pemanfaatan berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, dan pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan; (3) usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pem-belajaran jarak-jauh, pembelajaran terbuka tanpa harus membangun gedung dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap; (4) mempertimbangkan berbagai faktor internal maupun eksternal (sistemik) untuk menyusun alternatif tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.

Produktivitas kegiatan pendidikan berarti bahwa proses dan hasilnya bertambah. Proses yang bertambah karena secara konseptual siapa saja, kapan saja dan dimana saja dapat mengakses pelajaran. Hasil yang bertambah, (lulusan, karya tulis, penelitian), dapat diperoleh tanpa harus menambah jumlah masukan (misalnya tambahan biaya), atau tanpa pertambahan masukan namun dengan hasil yang lebih banyak; atau dengan tambahan masukan sedikit tetapi pertambahan hasilnya lebih besar; atau pertambahan masukan yang banyak dengan hasil yang jauh lebih banyak lagi.

Dalam prinsip ekonomi diketahui bahwa hubungan antara mutu dan biaya tidak selalu berjalan secara linear. Peningkatan biaya sedikit dengan pendekatan baru dan/atau efisiensi dapat meningkatkan mutu atau produktivitas. Demikian pula investasi awal yang memerlukan biaya tinggi dapat menyebabkan perbaikan mutu yang relatif murah dalam jangka panjang. Sebaliknya, biaya yang tinggi tidak menjamin mutu yang baik. Sedangkan mutu yang baik selalu memerlukan biaya yang tidak murah. Sekarang ini sedang terjadi gejala komersialisasi pendidikan, dengan orientasi yang berlawanan. Di satu pihak menawarkan pendidikan yang mudah dan murah dengan menjual ijazah. Sedangkan di pihak lain menawarkan biaya yang tinggi dengan sarana yang mewah dan berkiblat internasional.

Menurut pendapat Deming (Jenkins, 1996) pendidikan merupakan suatu sistem dengan tujuh komponen yang harus ada dan saling berkaitan. Ke tujuh komponen tersebut adalah: (1) tujuan (aims); (2) pelanggan (customers); (3) persediaan (supplies); (4) masukan (input); (5) proses; (6) keluaran (output); dan (7) ukuran kualitas (quality measurement). Deming menyatakan bahwa tujuan umum pendidikan adalah meningkatkan hal-hal yang positif, mengurangi hal-hal yang negatif sehingga setiap peserta didik bergairah untuk belajar. Yang dimaksudkan dengan pelanggan adalah para peserta didik terutama yang menjadi subyek dalam program wajib belajar, meskipun termasuk pula peserta didik lain seperti mahapeserta didik dan warga belajar dewasa. Yang dimaksudkan dengan persediaan adalah anak usia prasatuan pendidikan yang sudah memperoleh pendidikan dari orangtua, media, gereja (tempat ibadah), dan tempat bermain. Masukan meliputi di antaranya peraturan, anggaran, kurikulum, dan kebutuhan akan tenaga kerja. Proses merupakan kunci untuk menghasilkan mutu; proses ini merupakan usaha mengkoordinasikan desain dari tiap komponen yang lain. Keluaran bukan hanya mereka yang lulus satuan pendidikan dan dapat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi, melainkan juga termasuk putus satuan pendidikan, Ukuran kualitas tidak hanya dilakukan oleh satuan pendidikan melainkan juga oleh pelanggan dan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Konsep tentang mutu pendidikan dengan demikian juga diartikan secara berbeda‑beda, tergantung pada situasi, kondisi dan sudut pandang. Pada awal kemerdekaan dahulu, adanya kesempatan satuan pendidikan bagi kebanyakan warga sudah dianggap sesuatu yang bermutu, karena sebelumnya kesempatan itu tidak ada atau sangat terbatas. Sekarang ini, sesuai dengan perkembangan budaya dan teknologi, pendidikan atau pembelajaran yang tidak memberikan kesempatan mengenal dan memanfaatkan teknologi informasi, dianggap kurang bermutu.

Perbedaan sudut pandang didasarkan pada pendapat bahwa dalam proses pendidikan ada tiga unsur yang berkepentingan. Yang pertama adalah pemerintah dan/atau yayasan bagi pendidikan swasta yang menentukan aturan pengelolaan (termasuk anggaran dan tatalaksana); kedua adalah peserta didik yang memperoleh manfaat dari pendidikan; dan ketiga adalah masyarakat, termasuk orangtua, yang memperoleh manfaat dari tersedianya lulusan atau hasil dari proses pendidikan. Ketiga sudut pandang ini ada kemungkinan berbeda dalam mengartikan mutu proses pendidikan.

Ditinjau dari sudut pandang proses pendidikan, yang dimaksud dengan kualitas memiliki pengertian sesuai dengan makna yang terkandung dalam siklus proses pendidikan tersebut. Secara ringkas dapat disebutkan beberapa kata kunci pengertian kualitas, yaitu: sesuai standar (fitness to standard), sesuai penggunaan pasar/pelanggan (fitness to use), sesuai perkembangan kebutuhan terakhir (fitness to latest requirements), dan sesuai lingkungan global (fitness to global environmental requirements). Adapun yang dimaksud kualitas sesuai dengan standar, yaitu jika salah satu aspek dalam pengelolaan pendidikan itu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengertian kualitas sesuai dengan penggunaan pasar/pelanggan (stakeholders), jika apa yang dihasilkan sudah sesuai dengan pelanggan pada saat melakukan ”transaksi.” Di dalam pendidikan, ”pelanggan” mencakup pihak-pihak yang lebih luas termasuk siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah daerah. Kualitas sesuai dengan perkembangan kebutuhan berarti bahwa output pendidikan yang dihasilkan benar-benar langsung diminati oleh konsumen (dalam hal ini stakeholders). Kualitas sesuai lingkungan global mengandung arti bahwa konsep ini menghasilkan output pendidikan yang mampu melestarikan sumber daya alam sehingga lingkungan terjaga dari kerusakan.

Kualitas pendidikan sebagai sistem selanjutnya tergantung pada kualitas komponen yang membentuk sistem, serta proses yang berlangsung hingga membuahkan hasil. Secara umum dapat dikatakan kualitas pendidikan adalah kesesuaian dengan standar yang ditentukan.Standar Nasional Pendidikan seperti ditetapkan dalam PP No. 19 Tahun 2005. Selanjutnya...hal 2





Halaman

1

2

3

da.jpg